BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep Dasar Cedera Kepala Ringan
1
Pengertian
Cedera
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala, (Suriadi & Yuliani 2001), sedangkan menurut Black &
Jacobs, (1993) cedera kepala adalah trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan
fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya kontinuitas
otak
2
Klasifikasi
Menurut Mansjoer, (2000) cedera kepala dapat
diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera :
a.
Berdasarkan
mekanisme cedera
1) Trauma tumpul
Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cedera tembus
lainnya
b.
Berdasarkan
keparahan cedera
1) Cedera kepala ringan
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 15 (sadar
penuh, atentif, dan orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat
terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan
pusing
e) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi,
atau hematoma kulit kepala
f) Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.
2) Cedera kepala sedang (kelompok resiko
sedang)
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 9-14 ( konfusi, letargi, atau stupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d) Muntah
e) Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata
rabun)
f) Kejang
3) Cedera kepala berat (kelompok resiko
berat)
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologi fokal
d) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresi kranium.
c. Berdasarkan morfologi
1) Fraktur
tengkorak
Kranium : linear/
stelatum ; depresi/ nondepresi ; terbuka/ tertutup
Basis : dengan/
tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa kelumpuhan nervus VII
2)
Lesi
intrakranial
Fokal : epidural,
subdural, intracerebral
Difus : konkusi ringan,
konkusi klasik, cedera aksonal difus.
3
Anatomi Fisisologi
a.
Anatomi
kepala
Tengkorak terbagi atas
1) Tengkorak
Otak
Tengkorak otak menyelubingi
otak dan alat pendengar. Tengkorak otak terdiri dari :
a) Kubah tengkorak
kubah
tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak dari atas dan
dari sisi. Kubah tengkorak terdiri atas beberapa tulang ceper yang dihubungkan
oleh sutura tengkorak. Dari depan ke belakang terdapat berturut-turut sebuah tulang
dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang kepala. Pada dinding
sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis. Tulang dahi, tulang
belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak (lihat gambar 1)
b) Dasar Tengkorak
bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak
depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah dasar
lekuk tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai banyak lubang
halus untuk memberi jalan kepada serabut-serabut saraf penghidu, oleh karena
itu bagian tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng ayakan yang merupakan atap
bagi rongga hidung.
Lekuk
tengkorak tengah terdiri dari atas bagian tengah dan dua bagian sisi, bagian
tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorak belakang letaknya lebih
rendah daripada dasar lekuk tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya
lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak tengah (lihat gambar 1).
2)
Tengkorak
Wajah
Tengkorak
wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-lubang lekuk mata
dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding belakang
lekuk mata juga dibentuk oleh tulang baji (sayap besar dan kecil). Dinding
dalamnya dibentuk oleh tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata.
Selain oleh toreh lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf penglihat maka
dinding lekuk mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara
tulang baji, tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk
wajah pelipis. Tulang air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk
kelenjar air mata yang disambung ke arah bawah oleh tetesan air mata yang bermuara
di dalam rongga hidung (lihat gambar 1).
b. Kulit Kepala
Kulit
kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1)
kulit
2)
jaringan
penyambung (connective tissue)
3)
galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan
langsung dengan tengkorak.
4)
Perikranium.
Kulit kepala
banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan akibat laserasi
kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah, (American College of
Surgeons 1997)
c. Tulang Tengkorak
Tulang
tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar
adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat lobus temporalis dan
fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum, (American
College of Surgeons 1997)
d. Meningen
Selaput
meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu
dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri
atas jaringan ikat fibrosa yang melekat
erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Di bawah dura meter terdapat
lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang di sebut selaput arakhnoid. Lapisan
ketiga adalah pia mater yang melekat pada permukaan kortek serebri, (American
College of Surgeons 1997)
e. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Yang
disebut sistem saraf pusat di sini adalah otak dan medula spinalis yang
tertutup di dalam tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen)
pelindung, serta rongga yang berisi cairan (lihat gambar 2).
1) Otak dan pembagiannya
Otak secara
garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum, batang otak,
dan serebelum.
a) Serebrum
Setiap
hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus
frontalis, parietal, oksipital, temporalis. Fungsi dari setiap lobus
berbeda-beda. Berikut penjelasan dari masing-masing fungsi lobus :
(1)
Lobus Frontalis, bagian depan bekerja untuk proses belajar,
merancang, psikologi, lobus frontalis bagian belakang untuk proses motorik
termasuk bahasa (lihat gambar 3)
(2)
Lobus parietal, bekerja khusus
untuk sensorik somatik (misal sensibilitas kulit) dan peran asosiasinya,
beberapa areanya penting bagi proses kognitif dan intelektual (lihat gambar 3).
(3)
Lobus Oksipital, merupakan area pengoperasian penglihatan (lihat
gambar 3).
(4)
Lobus temporalis, merupakan pusat pendengaran dan asosiasinya,
beberapa pusat bicara, pusat memori. Bagian anterior dan basal lobus temporalis
penting untuk indra penghidu (lihat gambar 3).
b) Batang
Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons
dan medula oblongata. Masing-masing struktur mempunyai tanggung jawab yang unik
dan fungsi ketiganya sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang
disampaikan ke serebri dan lajur spinal (lihat gambar 2)
(1)
Otak
Tengah, merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya di atas pons.
Bagian ini terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang terdiri dari bagian
bagian kolikuli superior dan kolikuli inferior dan bagian anterior yaitu
pedunkulus serebri. kolikuli superior
berperan dalam refleks penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan, sedangkan
kolikuli inferior berperan dalam reflek pendengaran, misalnya menggerakkan
kepala ke arah datangnya suara. Pedunkulus serebri terdiri dari berkas
serabut-serabut motorik yang berjalan turundari serebelum.
(2)
Pons,
terletak diantara otak tengah dan medula oblongata. Pons berupa jembatan serabut-serabut
yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum, serta menghubungkan mesensefalon
di sebelah atas dengan medula oblongata bawah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer
serebri dan serebelum.bagian bawah pons berperan dalam pengaturan saraf kranial
trigeminus, abdusen dan fasialis (lihat gambar 2)
(3)
Medula
Oblongata, terletak diantara pons dan medula spinalis. Pada medula ini
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung. Vasokonstriktor,
pernapasan,bersin,batuk,menelan, pengeluaran air liur dan muntah.
c)
Serebelum
Serebelum
terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang menisahkan dari bagian posterior
serebrum. Serebelum terdiri dari bagian tengah, vermis dan dura hemisfer
lateral. Serebelum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang
dinamakan pedunkulus. Pendukulus serebeli superior berhubungan dengan
mesensefalon ; pendukulus serebeli media menghubungkan kedua hemisfer otak ;
sedangkan pendukulus serebeli inferior berisi serabut-serabut traktus spinosere
belaris dorsalis dan berhubungan dengan medula oblongata. Semua aktivitas
serebelum berada di bawah kesadaran. Fungsi utama serebelum adalah sebagai
pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot, serta mengubah
tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
2)
Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna vertebra, berjalan
ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua.
Sepasang saraf spinalis berada diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna
vertebra. Di bawah ujung tempat medula spinalis berakhir. Di dalam ujung tempat
medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik
desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter) dan motor neurons otonom utama. Area sentral medula
spinalis merupakan massa abu-abu yang mengandung badan sel saraf dan neuron
internunsial (lihat gambar 2)
f. Sistem Saraf Tepi (SST)
Menurut Price & Wilson, (1995) susunan saraf tepi terdiri dari saraf
kranial bervariasi, yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua saraf. Saraf
motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial, 12 pasang saraf kranial
adalah :
Nervus I (Olfaktorius) : Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari aroma rongga hidung ke otak.
Nervus II (Optikus) : Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata
membawa rangsangan penglihatan ke otak
Nervus III (Okulomotorius)
: Sifatnya motorik, mensarafi
otot-otot orbital (otot penggerak bola mata) / sebagai pembuka bola mata.
Nervus IV (Trochlear) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot
orbital, sebagai pemutar bola mata
Nervus V
(Trigeminus) : Sifatnya
majemuk (sensorik- motorik) bertanggung jawab untuk pengunyah.
Nervus VI
(Abdusen) : Sifatnya
motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar
Nervus VII (Fasial) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik), sebagai
mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap, asam, asin dan manis.
Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) :
Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu
auditori dan vestibular yang berperan sebagai penterjemah.
Nervus IX (Glosofharyngeal)
: Berperan dalam menelan dan
respons sensori terhadap rasa pahit di lidah.
Nervus X (Vagus) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik)
mensarafi faring, laring dan platum
Nervus XI (Asesoris) : Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama
dengan vagus untuk memberi informasi ke otot laring dan faring.
Nervus XII (Hipoglosal) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.
g. Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem Saraf
Otonom merupakan sistem saraf campuram. Serabut-serabut aferennya membawa masukan
dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter
pembuluh darah, pernafasan, percernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan
dan sebagainya). Saraf aferen motorik SSO mempersarafi otot polos, otot jantung
dan kelenjar-kelenjar viseral-SSO terutama menangani pengaturan fungsi viseral
dan interaksinya dengan lingkungan dalam.
Sistem Saraf
Otonom dibagi menjadi dua bagian :
Bagian Pertama adalah Sistem Saraf Otonom parasimpatis (SSOp) dan Sistem Saraf
Otonom simpatis (SSOs), bagian simpatis meninggalkan sistem saraf pusat dari
daerah thorakal dan lumbal (torakolumbal) medula spinalis. Bagian parasimpatis
ke luar otak (melalui komponen-komponen saraf karanial) dan bagian sakral
medula spinalis (kraniosakral).
Fungsi simpatis
adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, serta menurunkan
aktivitas saluran cerna.tujuan utama fungsinya adalah mempersiapkan tubuh agar
siap menghadapi stress atau apa yang dinamakan respon bertempur/ lari.
Fungsi
parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernapasan dan
meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan
pembuangan. Jadi saraf parasimpatis membantu konservasi dan hemostatis
fungsi-fungsi tubuh.
Cairan Serebrospinal
Fungsi
cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran, menjaga jaringan SSP yang
sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang mengelilinginya dan
dari cedera mekanik. Juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan
kompartemen selular. Cairan serebrospinal merupakan filtrat plasma yang
dikeluarkan oleh kapiler di atap dari keempat ventrikel otak. Seperti yang
telah disebutkan, ini serupa dengan plasma minus plasma protein yang besar,
yang ada di balik aliran darah. Sebagaian besar cairan ini dibentuk dalam
ventrikel bagian lateral, yang terletak pada masing-masing hemisfer serebri.
Cairan mengalir dari ventrikel lateral ini melalui duktus ke dalam ventrikel
ketiga diensefalon. Dari ventrikel ketiga cairan mengalir melalui aquaduktus Sylvius midbrain dan masuk ke
ventrikel keempat medula. Kemudian sebagian dari cairan ini masuk melalui
lubang (foramen) di bagian atas dari ventrikel ini dan masuk ke dalam spasium
subarakhnoid (sejumlah kecil berdifusi ke dalam kanalais spinalis). Dalam
spasium subarakhnoid, CSS diserap kembali ke dalam aliran darah pada tempat
tertentu yang disebut pleksus
subarakhnoid
Pembentukan
dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan hidrostatik yang sama
yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel kecil antara plasma dan
kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat direview, kerja dari
tekanan ini adalah sebagai berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan
mendorong dan menarik mempengaruhi gerakan air dan partikel-partikel kecil
melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri atas tekanan osmotik
plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air dari kompartemen
CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi oleh tim
dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim yang berpengaruh
bekerja secara simultan dan kontinu. Dalam ventrikel, aliran CSS menurunkan
tekanan hidrostatik CSS. Hal ini memungkinkan tim bersama mempengaruhi gerakan air
dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel.
Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus bersebelahan
dengan vili arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air dan terlarut dari
kompartemen CSS kembali ke dalam aliran darah. Kematian sel-sel yang melapisi kompartemen CSS akan mengeluarkan
protein ke dalam CSS. Ini akan
meningkatkan tekanan osmotik CSS dan memperlambat reabsorbsi (sementara juga
mempercepat pembentukan bila kerusakan terjadi di dalam dinding ventrikel).
Peningkatan protein CSS karena hal ini atau penyebab lain dapat merangsang atau
mencetuskan kondisi kelebihan CSS yang disebut hidrosefalus.
Tekanan Intrakranial
Menurut American College of Surgeon,
(1997) berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan
kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang
akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial
yang tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan
tentunya mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi kenaikan intrakranial
tidak hanya merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak tetapi justru
sering merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10
mmHg (136 mm H2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg dianggap tidak
normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin
tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.
4. Etiologi
Menurut Corwin, (2001) penyebab dari cedera kepala
adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera
kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau.
Kecelakaan ; jatuh, kecelakaan
kendaraan motor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada saat olah raga, anak
dengan ketergantungan, dan dapat terjadi pada anak yang cedera akibat kekerasan,
(Suriadi & Yuliani 2001).
5. Patofisiologi
Kranium merupakan struktur kuat yang
berisi darah,jaringan otak dan jaringan serebrospinal. Fungsi cerebral
tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti oksigen, glukosa. Berat ringannya
cedera kepala tergantung pada trauma kranium atau otak. Cedera yang dialami
dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury vaskuler, epudural ; epidural
atau subdural hematoma).
Cedera kepala yang terjadi dapat
berupa percepatan (aselerasi) atau
perlambatan (deselerasi). Trauma
dapat primer atau sekunder.
Trauma
primer adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan
trauma sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat
terjadi meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan edema cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury
pada kepala dengan adanya fraktur pada tulang tengkorak dan terdapat lesi
antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat meluas hingga menekan cerebral
oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi. Gejalanya akan tampak seperti
kebingungan atau kesadaran delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan dan akhirnya
bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala
dimana adanya ruptur pembuluh vena dan perdarahan terjadi antara dura dan
serebrum atau antara duramater dan lapisan arakhnoid. Terdapat dua tipe yaitu
subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio
atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung
pada besarnya kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit
kepala, muntah, meningkatnya lingkar kepala, iritabel dan perasaan mengantuk.
Cerebral hematoma adalah merupakan
perdarahan yang terjadi akibat adanya memar dan robekan pada cerebral yang akan
berdampak pada perubahan vaskularisasi, anoxia
dan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak
yang mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial.
Dalam jangka waktu 24 – 72 jam akan tampak perubahan status neurologi.
Fraktur yang terjadi pada cedera
kepala dapat berupa fraktur linear, farktur depresi, fraktur basiler, fraktur compound
(laserasi kulit dan fraktur tulang). Perubahan oksigenisasi akibat trauma otak
dapat dilihat pada bagan berikut :
Gangguan oksigenisasi
Kekurangan suplay oksigen
Gangguan metabolisme
Edema jaringan otak
Meningkatnya volume dan tekanan
intrakranial
Tekanan intrakranial meningkat
|
6. Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi
pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran
cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala
tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh
trias gejala : eksolelamos, kemosis,dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
cedera.
c. Diabetes insipidus
dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema
pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah
edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat
dari sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca
trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu).
7. Penatalaksanaan Cedera Kepala
Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :
a.
Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa
perlu dilakukan CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
1)
Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini
mental dan gaya
berjalan) dalam batas normal.
2)
Foto servikal jelas normal
3)
Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati
pasien 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali kebagian gawat
darurat jika timbul gejala yang lebih buruk.
Kriteria
perawatan di rumah sakit :
1)
Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak
pada CT Scan.
2)
Konfusi, agitasi,
atau kesadaran menurun
3)
Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
4)
Intoksikasi obat atau alkohol
5)
Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
6)
Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati
pasien di rumah.
b.
Cedera Kepala Sedang
Pasien yang menderita konkusi otak (comotio cerebri), dengan skala GCS 15 (sadar
penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal, tidak perlu
dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah,meskipun
terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia. Resiko timbulnya lesi
intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang
adalah minimal.
c.
Cedera Kepala Berat
Setelah penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada
pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang
besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke bedah saraf untuk
tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat sebaiknya perawatan
dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan
untuk kerusakan primer akibat cedera kepala, tetapi sebaiknya dapat mengurangi
kerusakan otaksekunder akibat hipoksia, hipertensi, atau tekanan intrakranial
yang meningkat.
Dalam unit rawat intensif dapat
dilakukan hal-hal berikut :
1)
Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
2)
Monitor tekanan darah
3)
Pemasangan alat monitor tekanan intraktranial pada pasien
dengan skor GCS < 8, bila memungkinkan.
4)
Penatalaksanaan cairan : hanya larutan isotonis (salin
normal dan ringer laktat)
5)
Nutrisi
6)
Temperatur badan
7)
Anti kejang fenitoin 15 – 20 mg/kg BB bolus intravena
8)
Steroid deksametason 10 mg intravena setiap 4 – 6 jam
selama 48 – 72 jam
9)
Antibiotik
10) Pemeriksaan
Dapat menberikan manfaat terhadap kasus yang
ragu-ragu. Harus dilakukan pemeriksaan sinar X tulang kepala, bila bertujuan
hanya untuk kepentingan medikolegal.
Menurut
American College
of Surgeons, (1997), penatalaksanaan pada cedera kepala adalah :
a. Cedera
Kepala Ringan (GCS 14-15)
Semua
penderita cedera kepala ringan diperiksa
CT-Scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup
bermakna, amnesia atau sakit kepala hebat.
Kriteria
perawatan dirawat di RS adalah :
1)
CT-Scan tidak ada
2)
Ct-Scan abnormal
3)
Semua cedera tembus
4)
Riwayat hilang kesadaran
5)
Sakit kepala sedang-berat
6)
Intoksikasi alkohol/ obat-obatan
7)
Fraktur tengkorak
8)
Rhinorea –
otorea
9)
Tidak ada keluarga di rumah
10)
Tidak mungkin kembali ke RS segera
11)
Amnesia.
Pasien dengan cedera kepala ringan dipulangkan dari RS
adalah :
1)
Tidak memenuhi kriteria rawat
2) Kontrol
ke Rumah Sakit/ dokter bila ada tanda seperti
a)
Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus
dibagunkan setiap 2 jam selama periode tidur)
b)
Mual dan muntah
c)
Kejang
d)
Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga
e)
Sakit kepala hebat
f)
Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai.
g)
Bingung atau perubahan tingkah laku
h)
Salah satu pupil mata (bagian mata gelap) lebih besar
dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel atau gangguan
penglihatan lain.
i)
Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau
pola nafas yang tidak biasa.
b. Cedera Kelapa Sedang (GCS 9-13)
Pasien cedera
kepala sedang biasanya tampak kebingungan/ mengantuk, namun masih mampu
mengikuti perintah-perintah sederhana. Pemeriksaan awal sama dengan untuk
cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan sederhana, pemeriksaan CT-Scan Kepala,
dirawat untuk diobservasi, amnesia
retrograde adalah kehilangan kesadaran sewaktu kejadian.
Setelah dirawat di Rumah sakit dilakukan pemeriksaan
neurologis periodik, pemeriksaan CT-Scan ulang bila kondisi penderita memburuk,
bila penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah lagi segera lakukan
pemeriksaan CT-Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala
berat. Bial kondisi membaik 90 % , penderita dipulangkan dan kontrol ke
poliklinik.
c. Cedera
Kepala Berat (GCS 3-8)
Penderita dengan
cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana walaupun
status kardiopulmonalnya telah di stabilisasi, pemeriksaan dan penatalaksaannya
adalah :
ABCDE
a) Airway
Membebaskan
jalan nafas dengan memasang intubasi
endotrakheal
b) Breathing
Diberikan
ventilasi oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah
c) Circulation
Hipotensi
biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium terminal
dimana medulla oblongata sudah mengalami gangguan. Respon buka mata, respon
motorik, respon verbal, reaksi cahaya pupil, reflek okulosefalik, reflek
okulovestibuler.
d)
Drugs dan Fluids
Pemberian
obat-obatan kalau perlu cairan infus sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang
yaitu monitol, steroid, furosemid, balbiturat, anti konvulsan.
e) Elektro Cardio Graphy
CT-Scan
semua penderita, Ventrikulografi
udara, angiogram.
B.
Konsep
Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala Ringan
1
Pengkajian
a.
Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
1)
Identitas pasien.
Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa dan
tanggal masuk ruangan.
2)
Riwayat Kesehatan dan pemeriksaan fisik
Menurut Smeltzer & Bare, (2001), riwayat
kesehatan yang perlu dikaji/ ditanyakan adalah kapan cedera terjadi? apa
penyebab cedera? Peluru kecepatan tinggi? Objek apa yang terbentur kepala? Dari
mana arah dan kekuatan pukulan? Apakah ada kehilangan kesadaran? Durasi periode
tidak sadar? Dapatkah pasien dibangunkan? Riwayat tidak sadar atau amnesia
terhadap cedera kepala menunjukkan derajat kerusakan otak yang berarti, dimana
perubahan selanjutnya dapat menunjukkan terjadi pemulihan kerusakan otak
sekunder.
Menurut Engram.B,(1999), riwayat kesehatan yang
perlu dilakukan adalah pengkajian neurologis cepat amati kepala dan belakang
kepala bila terjadi luka atau edema. Periksa hidung dan telinga kalau
memungkinkan ada darah atau cairan bening yang keluar. Bila ada gunakan kertas deabetik
untuk memeriksa ada tidaknya cairan serebrospinal (CSS). Bila tes glukosa
positif menunjukkan adanya CSS, bila pasien sadar dan orientasinya penuh, kaji
respon klien terhadap kondisi dan pemahamannya tentang kondisi serta rencana
penanganan.
Menurut Suriadi & Yuliani, (2001), pada saat
melakukan pengkajian riwayat kesehatan perlu diperhatikan hal penting, saat
kejadian, tempat, bagaimana posisi saat kejadian, serangan, lamanya, faktor
pencetus adanya fraktur dan status kesadaran. Status neurologis yang perlu
dikaji perubahan kesadaran, pusing kepala, vertigo, menurunnya refleks, malaise,
kejang, iritabel, kegelisahan atau
agitasi. Pupil yang diperiksa adalah ukuran, refleks terhadap cahaya, hemiparesis, letargi dan koma, mual
muntah, kesukaran bernafas atau sesak, napas lambat, hipotensi , bradikardi.
3). Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot palstik.
Penurunan
kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
Gangguan
massa otot,
perubahan tonus.
4)
Sirkulasi
Gejala : Hipotensi (syok)
Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cedera, vaokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin.
Takikardi (syok/ ansietas/ nyeri)
Disritmia (syok) pembentukan
edema jaringan
Tanda : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).
5)
Integritas Ego
Gejala :
Perubahan tingkah laku atau kepribadian
(tenang atau dramatis)
Masalah
tentang keluarga, pekerjaan, keuangan.
Tanda
: Cemas,
mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan impulsif. Menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
6)
Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
Tanda : Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi.
Penurunan bising usus/ tak ada
7)
Makanan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda :
Gangguan menelan, (batuk, air liur
keluar, disfagia)
Edema jaringan umum
Anoreksia, mual/muntah
8)
Neurosensori
Gejala :
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, bingung, baal pada ekstremitas.
Perubahan
dalam penglihatan seperti ketajamannya yang diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan
penciuman. Kesemutan.
Tanda :
Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental orientasi
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah, perubahan pupil (respons
terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti
kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah
tidak simetris
Gangguan
lemah tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese quadreplegia,
postur (dekortikasi desebrasi).
Kejang sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan kehilangan sensasi
sebagai posisi tubuh.
Perubahan
orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks tendon dalam pada cedera
extremitas.
9)
Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala :
Sakit kepala dengan intensitas dan
lokasi yang berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respons menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
10)
Keamanan
Gejala :
Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna.
Tanda battle di sekitar telinga (merupakan
tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase)
dari telinga/ hidung serebrospinal (CSS).
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang
kekuatan secara umum mengalami paralisis.
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
11)
Interaksi Sosial.
Tanda : Afasia motorik atau
sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartia, anomia.
12)
Pernapasan
Gejala :
Serak, batuk, mengi, partikel karbon
dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi oral, sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium,
agitasi, bingung, depresi dan impulsif. Menangis, ketergantungan,
menyangkal, menarik diri, marah.
b. Pemeriksaan
Diagnostik
Menurut
Tucker, et al (1998), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan
diagnosa adalah :
1)
pemeriksaan
sinar X tulang tengkorak
2)
pemeriksaan
sinar X servikal
3)
CT
Scan
4)
MRI
(Magnetic Reaconance Imaging)
5)
Punksi
lumbal, pengambilan contoh CSS
6)
Pneumoensefalogram
7)
Sistogram
8)
GDA
(Gas Darah Arteri)
9)
EEG
(Elektro Ensefalo Grafi)
10) EKG (Elektro Kardio Grafi)
Menurut
Doenges, (1999), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan media
adalah :
1)
CT
Scan
2)
MRI (Magnetic
Reaconance Imaging)
3)
Angiografi
4)
BAER
(Brain Auditory Evoked Respons)
5)
PET (Posttarn
Emission Tomography)
6)
GDA (Gas
Darah Arteri)
2
Diagnosa
Keperawatan
Menurut Doenges, (1999), diagnosa yang muncul pada cedera kepala adalah :
a. Perubahan
perfusi jaringan cerebral
Pengertian
: Suatu keadaaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan suplai nutrisi dan oksigen pada tingkat seluler
oleh karena penurunan suplai darah arteri, (Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan penghentian aliran darah oleh
(hemoragi, hematoma).
Batasan Karakteristik, (Doenges
1999).
Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan
respon motorik atau sensorik, gelisah, perubahan tanda vital.
b. Pola
nafas tidak efektif
Pengertian
: Keadaan di mana seorang individu
mengalami kehilangan ventilasi yang actual atau potensial yang berhubungan dengan
perubahan pola pernafasan, (Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan kerusakan neurovaskuler
Batasan Karakteristik, (Carpenito
2000).
1) Mayor (harus didapat)
Perubahan dalam frekuensi atau pola
pernafasan (dari nilai dasar)
Perubahan pada nadi (frekuensi, irama,
kualitas)
2) Minor (mungkin didapat)
Orthopnoe, takipnoe, hiperpnoe, hiperventilasi,
pernafasan disritmia, pernafasan sukar/ berhati-hati
c.
Perubahan persepsi sensori
Pengertian
: Keadaan di mana individu / kelompok mengalami
atau beresiko mangalami suatu perubahan dalam jumlah, pola, atau interprestasi
stimulasi yang dating, (Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan trauma atau defisit neurologis.
Batasan Karakteristik, (Carpenito
2000).
1) Mayor (harus didapat)
Tidak akuratnya interprestasi stimulasi lingkungan
dan /daya perubahan negative dalam jumlah atau pola yang datang
2) Minor (mungkin didapat)
a)
Disorientasi
mengenai waktu dan tempat
b)
Disorientasi
mengenai orang
c)
Perubahan
kemampuan memecahkan masalah
d)
Perubahan
perilaku atau pola komunikasi
e)
Kegelisahan
f)
Melaporkan
adanya halusinasi dengar atau halusinasi lihat
g)
Ketakutan
h)
Ansietas
i)
Apatis
j)
Peka
rangsang
d.
Perubahan proses pikir
Pengertian
: Keadaan di mana individu mengalami suatu
gangguan dalam aktivitas mental seperti berpikir sadar, orientasi realitas,
pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang berhubungan dengan koping,
(Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan perubahan fisologis.
Batasan Karakteristik, (Carpenito
2000).
1) Mayor (harus didapat)
Tidak akuratnya intervensi tentang
stimulus, internal dan atau eksternal.
3) Minor (mungkin ada)
Kurang kognitif termasuk defisit memori,
kecurigaan, delusi, fobia,
obesitas,pengalihan, kurangnya persetujuan validasi, kebingunagan/ disorientasi,
prilaku ritualistik, impulsivitas, perilaku sisoal yang tidak tepat.
e.
Kerusakan mobilitas fisik
Pengertian
: Keadaan di mana seorang individu dengan
keterbatasan penggunaan lengan atau tungkai atau keterbatasan kekuatan otot, (Carpenito
2000).
Berhubungan dengan kerusakan
persepsi atau kognitif.
Batasan Karakteristik, (Carpenito
2000).
1) Mayor (harus didapat)
Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan
sengaja dalam lingkungan (misalnya mobilitas di tempat tidur, berpindah,
ambulasi, keterbatasan rentang gerak)
2) Minor (mungkin didapat)
a)
Pembatasan
pergerakan yang dipaksakan
b)
Enggan
untuk bergerak
f.
Resiko tinggi infeksi
Pengertian
: Keadaan di mana seorang individu
beresiko terserang oleh agen patogenik atau potunistik (virus, jamur, bakteri,
protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal. Sumber-sumber endogen
atau eksogen, (Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan jaringan trauma.
g.
Defisit
perawatan diri
Pengertian
: suatu keadaan di mana individu
mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif, yang menyebabkan
penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, (Carpenito 2000).
Berhubungan
dengan keterbatasan mobilisasi fisik.
Batasan Karakteristik, (Carpenito
2000).
1) Mayor (harus didapat)
Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri
Kurangnya
kemampuan untuk mandi sendiri.
3
Perencanaan
Menurut Doenges, (1999), perencanaan asuhan
keperawatan yang muncul pada cedera kepala adalah :
a.
Diagnosa I : Perubahan perfusi jaringancerebral
berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh (hemoragi, hematoma).
Tujuan :
1) mempertahankan tingkat kesadaran/perbaikan
kognisi dan fungsi motorik/ sensorik.
2) Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil
dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Rencana Keperawatan :
1) Pantau/ catat status neurologis secara
teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya GCS)
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
kesadaran adan potensi peningkatan TIK dan bermanfaaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan susunan saraf pusat (SSP).
2) Pantau tekanan darah
Rasional :
Normalnya, autoregulasi mempertahankan
aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi cerebral lokal
atau menyebar (menyeluruh)
3)
Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman,
kesamaan antara kiri dan kanan dan reaksinya terhadap cahaya.
4) Kaji perubahan pada penglihatan, seperti
adanya penglihatan yang kabur, ganda lapang pandang menyempit dan ke dalam persepsi.
Rasional
:
Gangguan
penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada
otak,mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
5) Pertahankan kepala/ leher pada posisi
tengah atau pada posisi netral. Sokong dengan gulungan handuk kecil atau bantal
kecil
Rasional :
Kepala yang miring pada salah satu sisi
menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena,yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK.
6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat,
peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya
Rasional :
Petunjuk non verbal mengidentifikasi
adanya peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri ketika pasien yang tidak
dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
7)
Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein
serum dan albumin.
Rasional
:
Nilai
rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/ perubahan
program terapi.
b. Diagnosa II : Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Tujuan :
Mempertahankan pola pernafasan normal/ efektif,
bebas sianosis, dengan AGD dalam
batas normal.
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan, catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional :
Perubahan dapat
menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau
menandakan lokasi/ luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apnoe
dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2)
Catat kompetensi refleks vagal/ menelan dan kemampuan
pasien untuk melindungi jalan nafas sendiri.
Rasional :
Kemampuan
memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan nafas.
3)
Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi
miring sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memudahkan
ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungknan lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
4) Lakukan pengisapan lendir dengan ekstra
hati-hati selama 10 – 15 detik, catat sifat, warna dan kekeruhan dari sekret.
Rasional :
Persiapan
biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan nafasnya sendiri.
5)
Kolaborasi rontgen thoraks ulang.
Rasional :
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda
komplikasi yang berkembang.
c. Diagnosa III :
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit
neurologis.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran dan
fungsi persepsi.
Intervensi :
1)
Kaji respons sensori terhadap raba/ sentuhan, panas/ dingin,
benda tajam/ tumpul dan catat perubahan yang terjadi.
Rasional :
Informasi yang dapat dari pengkajian sangat
penting untuk mengetahui tingkat kegawatan dan kerusakan otak.
2) Observasi
respon perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak sesuai, agitasi,
halusinasi.
Rasional :
Respon individu mungkin berubah-ubah namun umumnya
setiap emosi yang labil, frustasi, apatis dan muncul tingkah laku impulsif
selama proses penyembuhan dari trauma kepala.
3) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan.
Rasional :
Pasien mungkin mengalami keterbatasaan perhatian/ pemahaman
selama fase akut dan penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.
4) Berikan keamanan pasien dengan pengamanan
sisi tempat tidur, bentuk latihan jalan dan lindungi cedera kepala.
Rasional :
Gangguan persepsi sensori dan buruknya kesimbangan
dapat meningkatkan resiko pada pasien.
d.
Diagnosa
IV :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan :
Mempertahankan/ melakukan kembali orientasi mental
dan realita biasanya.
Intervensi :
1)
Kaji rentang perhatian, kebingunagn dan catat tingkah
laku ansietas pasien.
Rasional :
Rentang/ perhatian untuk berkonsentrasi
mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan potensi terhadap terjadinya
ansietas mempengaruhi proses pikir pasien.
2) Usahakan untuk menghadirkan realitas
secara konsisten dan jelas, hindari pikiran-pikiran yang tidak masuk akal.
Rasional
:
Pasien
mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total (amnesia) dari perluasan trauma dan karena itu pasien perlu
dihadapkan pada kenyataan terhadap terjadinya trauma pada dirinya.
3)
Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis
secara berulang dan teratur.
Rasional
:
Pemahaman
bahwa pengkajian dilakukan secara teratus untuk mencegah/ membatasi komplikasi
yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu hal yang serius pada pasien
dapat membantu menurunkan ansietas.
4) Pertahankan harapan realitas dari
kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah lakunya sendiri, memahami dan
mengingat informasi yang ada.
Rasional
:
Mempertahankan
harapan dari kemampuan untuk meningkatkan dan melanjutkan sampai pada tingkat
fungsi lebih tinggi untuk mempertahankan harapan dan meningkatkan aktivitas
rehabilitas kontinu.
5) Kurangi stimulus yang merangsang kritik
yang negatif, argumentasi.
Rasional :
Menurunkan resiko terjadinya respon
pertengkaran dan penolakan.
e. Diagnosa V
: Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan persepsi/ kognitif.
Tujuan :
Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagan tubuh
yang sakit.
Intervensi
:
1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan
secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Rasional :
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara
fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
2) Kaji
derajat immobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4).
Rasional :
Pasien mampu mandiri (nilai 0), memerlukan
bantuan/ peralatan yang minimal (nilai 1), memerlukan bantuan sedang/ dengan
pengawasan/pengajaran (niali 2), memerlukan bantuan/peralatan yang
terus-menerus dan alat khusus (nilai 3), tergantung secara total pada pemberi
asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua kategori dengan nilai 2-4 mempunyai
resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut dihubungkan dengan
immobilisasi.
3) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk
menghindari kerusakan karena tekanan.
Rasional :
Perubahan posisi
yang teratur menyebabklan penyebaran terhadap gerak badan dan meningkatkan
sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
4) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan,
kaki dan paha ketika pasien berada dalam kursi roda.
Rasional :
Mempertahankan
kenyamanan, keamanan dan postur tubuh yang normal dan mencegah/ menurunkan
resiko kerusakan kulit di daerah kogsigis.
5) Berikan/ bantu latihan rentang gerak.
Rasional :
Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi sendi/ posisi normal extremitas dan menurunkan terjadinya
vena yang statis.
f. Diagnosa VI :
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma.
Tujuan :
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda
infeksi.
Intervensi
:
1) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik.
Pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
Rasional :
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
2) Pantau
suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam menggigil, diaforesis, dan
perubahan fungsi mental
Rasional :
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan segera.
3) Observasi daerah kulit yang mengalami
kerusakan (seperti luka garis jahitan
daerah alat yang dipasang invasi (terpasang infus dan sebagainya)
Rasional :
Deteksi dini
perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
4) Berikan perawatan perineal.
Rasional :
Menurunkan
kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri/ infeksi yang merambah naik.
5) Kolaborasi berikan antibiotik sesuai
indikasi
Rasional :
Therapy
profilaktik dapat digunakan untuk pasien mengalami trauma (perlukaan),
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
g. Diagnosa VII :
defisit keperawatan diri berhubungan dengan keterbatasan imobilisasi fisik.
Tujuan :
Tujuan keperawatan diri terpenuhi.
Intervensi
:
1) Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam
hal perawatan diri
Rasional :
Mengetahui sejauh mana keterbatasan kemampuan
individual.
2)
Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang
diperlukan
Rasional :
Memenuhi kebutuhan akan perawatan diri.
3) Anjurkan kepada keluarga untuk membantu
memenuhi aktivitas perawatan diri yang diperlukan klien
Rasional :
Membantu
memenuhi kegiatan aktivitas perawatan diri klien.
4)
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat
dilakukan pasien sendiri tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Pasien
mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah sangat penting bagi
pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan.
5)
Berikan umpan balik yang positif untuk semua usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional
: Meningkatkan
perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien untuk
berusaha secara kontinu.
Menurut Suriadi & Yuliani, (2001), diagnosa yang muncul pada cedera
kepala adalah :
a.
Resiko tidak bersihnya jalan nafas dan tidak efektifnya
jalan nafas berhubungan dengan gagal nafas.
Intervensi: kaji
ABC, pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret, kaji status
pernafasan (kedalaman), berikan oksigen sesuai program, kaji tanda-tanda vital.
b.
Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
edema. cerebral dan peningkatan tekanan intra kranial.
Intervensi:
tinggikan posisi kepala 15-30 derajat, hindari hal-hal yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial seperti membalikkan posisi dari samping ke samping,
monitor status neurologi, tingkat kesadaran dan refleks.
c.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring
dan menurunnya kesadaran.
Intervensi:
bantu dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, berikan makanan via parentral sesuai
indikasi, libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
d.
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan
mual-muntah.
Intervensi: kaji
intake dan output, kaji tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, membran mukosa),
berikan cairan intravena sesuai program.
e.
Resiko injury berhubungan dengan menurunnya kesadaran
atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Intervensi: kaji
status neurologis, perubahan kesadaran, refleks pupil, kaji tingkat kesadaran
dengan GCS, monitor tanda-tanda vital, berikan analgetik sesuai program.
f.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Intervensi: kaji
skala nyeri, mengatur posisi yang nyaman menurut klien, pemberian obat
analgetik, lakukan distraksi dan relaksasi.
g.
Resiko integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi.
Intervensi:
pertahankan posisi yang sesuai, rubah posisi tiap 2 jam sekali, kaji area kulit
adanya lecet, lakukan latihan pergerakan (ROM).
Casino Games For Sale | Dr.MD
BalasHapusLooking for Casino Games? Find your dream 강원도 출장안마 casino game at Dr.MD. Choose from a 구미 출장마사지 variety of casino games, 군포 출장안마 Dr.MD 태백 출장마사지 Casino. Dr. 정읍 출장샵